Mengenal Skrinning Hipotiroid Kongenital (SHK)

MENGENAL SKRINNING HIPOTIROID KONGENITAL (SHK)

 

Assalamuallaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Segala Puji bagi Allah SWT atas segala nikmatnya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas panutan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan semua orang – orang yang istiqamah di atas ajarannya hingga kiamat tiba.

Sahabat RSIB yang di Rahmati Allah SWT,

Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining/uji saring dengan pengambilan sampel darah pada tumit bayi yang baru lahir.

Hipotiroid kongenital adalah suatu kelainan bawaan bayi baru lahir dengan kadar hormon tiroid (T4, T3) yang rendah. Sebagian besar bayi baru lahir dengan kelainan hipotiroid kongenital memiliki penampakan yang sama dengan bayi baru lahir normal pada umumnya, tidak memberikan tanda-tanda khusus, ini karena bayi baru lahir masih mendapatkan hormon tiroid dari ibunya. Baru setelah beberapa minggu-bulan kemudian dapat ditemui gejala seperti: pembengkakan wajah, ukuran lidah yang lebih besar, ubun-ubun besar tetap terbuka, perut yang membesar dengan pusar menonjol (hernia umbilikus), kekuatan otot yang lemah. Hipotiroid pada periode neonatus seringkali terlambat diketahui sehingga pada perkembangannya bayi tersebut mengalami keadaan hipotiroid kongenital yang parah yaitu redartasi mental.

Penyakit tiroid rentan dialami oleh usia anak-anak. Hipertiroidisme dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti kelainan autoimun,– saat sistem kekebalan tubuh secara keliru merusak kelenjar tiroidnya sendiri. Pada anak dan remaja, penyakit ini dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat.

Hormon tiroid (T4, T3) sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi normal. Hormon ini dikeluarkan oleh kelenjar tiroid atas stimulasi dari Tiroid Stimulating Hormon (TSH) yang dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis di otak. Pada keadaan hipotiroid kongenital akan terdapat kadar hormon tiroid (T4, T3) yang rendah sehingga memicu hipofisis di otak meningkatkan produksi TSH untuk memacu kelenjar tiroid.

Kelainan hipotiroid kongenital ini bila dapat diketahui secara dini, dapat diberikan pengobatan sehingga komplikasi terburuk seperti retardasi mental dapat dicegah. Deteksi dini kelainan hipotiroid kongenital ini dapat dilakukan dengan pemeriksaan TSH spot atau T4 spot. Screening TSH spot lebih spesifik untuk diagnosis kongenital hipotiroid, sedangkan T4 spot lebih sensitif untuk deteksi neonatus terutama neonatus dengan kelainan hipotiroidism hipotalamus-hipofisis yang jarang, tetapi kurang spesifik dengan kemungkinan positif palsu yang besar terutama pada bayi dengan berat badan rendah dan bayi prematur. Di Indonesia pemeriksaan untuk screening hipotiroid kongenital ini telah masuk ke dalam program pemerintah untuk mencegah retardasi mental karena hipotiroid kongenital dengan memakai pemeriksaan TSH spot.

Pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan ini diambil dari tumit bayi neonatus setelah berumur 24 jam, sebelum berumur 2 minggu. Waktu ideal pemeriksaan ini ketika bayi berusia 2-5 hari. Sampel darah diteteskan ke kertas saring yang telah disedikan, kemudian diproses di laboratorium dengan metoda immuno radiometric assay (IRMA). Nilai normal TSH spot neonatus dengan metode IRMA adalah 20-40 mUTSH/L, sedangkan dengan metode Fluorometri Immunoassay (FIA) < 20 mIU/L. Pada bayi yang dicurigai mengalami hipotiroid kongenital akan memberikan hasil kadar TSH spot yang tinggi. Bila didapatkan hasil demikian maka bayi tersebut disarankan untuk dikonsulkan ke Dokter Spesialis Anak untuk pemeriksaan lebih lanjut dan terapi serta pemantauan tumbuh kembangnya, terutama pada 3 tahun pertama kehidupannya untuk mencegah retardasi mental.

Di Rumah Sakit Islam Bogor  pemeriksaan skrinning hipotiroid kongenital (SHK) ini telah dilakukan rutin. Dengan adanya pemeriksaan skrinning hipotiroid kongenital (SHK) dengan TSH spot ini diharapkan kegagalan tumbuh kembang dan retardasi mentasl pada bayi dengan hipotiroid kongenital dapat dicegah.

Artikel Terkait